Kawan
Halo kawan,
Kita bertemu tiap hari, iya. Aku disuapi cuapanmu perihal kamu yang beginilah, kamu yang begitulah. Dari bungkus ketupat sampai bungkusan keluarga kamu ceritakan. Tapi kamu tahu?
Kamu hanya menuntut. Tanpa mau memenuhi apa yang aku butuhkan.
Serius, aku ga meminta kamu seperti apa yang aku lakukan. Tapi seenggaknya coba deh… coba deh dengarkan aku sebaik yang kamu mampu. Coba deh berhenti memangkas ceritaku seakan itu hanya soal roti keju yang jadi idamanmu seminggu terakhir ini, seakan itu hanya pasanganmu yang mengantar jemputmu tiap hari, seakan itu hanya tirai jatuh karena adikmu tarik kemarin sore.
Mungkin, mungkin di matamu masalahku hanya sesederhana itu. Tapi tidak untuku. Ini mengakar, menusuk tembus luar dalam, mengoyak habis semua pikiran, merenggut paksa tawa dan senyuman, menyuntikan luka dan derita yang tak kunjung sirna.
Serius aku ini masih manusia, bahkan aku bukan mama dedeh tempat berkeluh kesah kamu melulu yang aku juga yakin mama dedeh pun ingin didengar keluh kesahnya. Aku bahkan bukan remaja yang punya laman yang biasa dipandangi banyak mata karena mampu meladeni pahit hari mereka.
Kawan, mumpung kita masih kawan, coba kalian buka mata perlahan. Tidak usah buru buru, nanti kaget dengan apa yang sebenarnya terjadi di dunia. Mumpung kita masih kawan, coba dengarkan walau mungkin hati kalian misuh misuh sendiri mendengarkannya.
Kawan, mumpung kita masih kawan, aku memberi sebuah peluang yang entah kalian maui atau tidak. Karena pada kenyataannya, sekarang ini aku ragu harus memanggil kalian kawan atau sesuatu seperti bajingan.
Komentar
Posting Komentar